Problematika Yuridis dalam Menemukan Alat Bukti Elektronik (Electronic Evidence) Kejahatan Hate Speech

Oleh Agung Wahyu Nugroho*

 IPMSUROBOYO.OR.ID – Dewasa ini, banyak setiap orang mulai dari muda hingga tua memiliki telepon pintar atau biasa disebut Smartphone, aktivitas tersebut sering digunakan di setiap saat. Penggunaan Smartphone memiliki aktivitas yang cukup tinggi khususnya dalam penggunaan Internet. Hal ini disebabkan karena mayoritas pengguna Smartphone memiliki akun media sosial diantaranya Facebook, Whatsapp, Youtube, Twitter, dan sebagainya.

Platform media sosial yang paling banyak digunakan oleh masyarakat Indonesia adalah Youtube, Tiktok, Instagram, Whatsapp, Facebook, dan Line. Dari sekian banyak platform yang digunakan oleh masyarakat Indonesia memiliki dampak positif dan negatif.

Dampak positif dari penggunaan media sosial yaitu sebagai media komunikasi dan interaksi jarak jauh antar pengguna media sosial yang tidak terbatas. Namun disisi lain, akibat penggunaaan media sosial yang tidak terbatas ini juga berdampak negatif salah satunya berpotensi timbulnya ujaran kebencian (Hate speech) antar pengguna media sosial.

Ujaran kebencian (Hate speech) sendiri timbul dari saling ejek, kritik yang tidak membangun, memfitnah, dan Bullying yang mengandung SARA dan merendahkan martabat sesama pengguna media sosial. Secara definisi ujaran kebencian adalah tindakan komunikasi yang dilakukan secara individu atau kelompok dalam bentuk hujatan atau provokasi kepada kelompok atau individu dalam hal aspek ras, warna kulit, gender, cacat, agama, dan hal yang lain yang merendahkan martabat seseorang sebagai manusia.

Pengaturan mengenai ujaran kebencian (Hate speech) telah diatur secara spesifik dalam Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik bahwa “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA)”. Meskipun telah diatur secara spesifik dalam Undang-Undang tersebut, Namun pada praktiknya, masih terdapat problematika dalam menemukan Alat Bukti Elektronik (Electronic Evidence) untuk dapat mencari kebenaran materiil dari kejahatan ujaran kebencian (Hate speech).

Sumber: Facebook
Sumber: Facebook

Problematika dalam Menemukan Alat Bukti Kejahatan Hate Speech

Pada saat ini, penggunaan media sosial telah menjadi suatu kehidupan baru bagi para penggunanya. Para pengguna media sosial berhak untuk melakukan aktivitas apa saja dalam media sosial termasuk berhak mengekspresikan pendapatnya. Namun permasalahannya, Para Pengguna media sosial terlewat batas dalam mengekspresikan pendapatnya, sehingga para pengguna media sosial lainnya merasa terganggu. Hal seperti inilah yang pada akhirnya menimbulkan potensi adanya kejahatan di dalam dunia siber khususnya terkait dengan ujaran kebencian (Hate Speech). Maraknya Hate Speech di Indonesia juga di dukung oleh tidak adanya pengawasan oleh Penegak Hukum negara.

Selain itu, dalam beberapa kasus ujaran kebencian (Hate Speech) di Indonesia, para Penegak Hukum sulit untuk dapat menemukan Alat Bukti Elektronik (Electronic Evidence) terkait siapa orang yang berada di balik akun penebar ujaran kebencian tersebut. Salah satu contoh akun penebar ujaran kebencian yang sulit diketahui pemilik akunnya, sebagai contoh berikut:

Dari dua foto diatas, Penegak Hukum masih kesulitan dalam mengidentifikasi orang dibalik akun yang menebar ujaran kebencian tersebut, serta kesulitan dalam menemukan Alat Bukti Elektronik (Electronic Evidence), sehingga hal ini membuat Aparat Penegak Hukum sulit untuk dapat mencari kebenaran materil dari suatu perkara. Menyikapi hal ini, kami berpendapat problematika Yuridis dalam menemukan Alat Bukti Elektronik (Electronic Evidence) Kejahatan Hate speech dikarenakan adanya dua faktor sebagai berikut:

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tidak mengatur mengenai Alat Bukti Elektronik.

Menurut Andi Hamzah, Alat Bukti adalah upaya pembuktian melalui alat-alat yang diperkenankan untuk dipakai membuktikan dalil-dalil atau dalam perkara Pidana dakwaan di sidang pengadilan, misalnya keterangan terdakwa, kesaksian, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan termasuk persangkaan dan sumpah.

Pengaturan mengenai Alat Bukti terdapat dalam ketentuan Pasal 184 ayat (1) KUHAP yang dikualifikasikan sebagai berikut :

Keterangan Saksi

Keterangan Ahli

Surat

Petunjuk

Keterangan Terdakwa

Dalam perkembangan masyarakat, pola-pola kejahatan terus berkembang seiring berkembangnya teknologi informasi. Hal ini menyebabkan terdapat suatu pola kejahatan khusus yang pada saat ini sering dilakukan di dunia maya. Kejahatan tersebut memfokuskan perbuatannya dengan menggunakan suatu teknologi tertentu yang pada saat ini dikenal sebagai Kejahatan Siber (Cyber Crime).

Menurut Andi Hamzah dalam bukunya Hukum Pidana yang Berkaitan dengan Komputer halaman 10, Kejahatan Siber atau Cyber Crime adalah kejahatan di bidang computer secara umum dapat diartikan sebagai penggunaan komputer secara ilegal

Melalui pengertian tersebut, saya berkesimpulan bahwa pada intinya Kejahatan Siber merupakan suatu perbuatan kejahatan yang dilakukan dengan menggunakan suatu teknologi tertentu.

Dengan adanya perkembangan pola kejahatan di dalam masyarakat tersebut, Sudah sepatutnya alat-alat bukti yang dirumuskan dalam pasal 184 ayat (1) KUHAP juga mengalami perkembangan. Alat Bukti yang terdapat pada KUHAP tidak merumuskan terkait dengan Alat Bukti Elektronik (Electronic Evidence). Sehingga dalam hal terjadinya suatu perbuatan Tindak Pidana yang membutuhkan Alat Bukti Elektronik (Electronic Evidence), Para Penegak Hukum kesulitan dalam mencari/menemukan alat bukti elektronik (Electronic Evidence). Hal ini jelas disebabkan oleh tidak adanya dasar hukum yang menjadi rujukan umum terkait Alat Bukti Elektronik (Electronic Evidence) di dalam KUHAP.

Tentu saja jika mengacu pada KUHAP, e-mail dalam konteks konvensional identik dengan surat, lalu permasalahannya apakah surat dalam KUHAP yang bersifat konvensional juga dapat diterapkan untuk e-mail?. Hal-hal seperti ini, pada akhirnya membuat para Penegak Hukum kesulitan dalam mencari kebenaraan materiil dari suatu perkara kejahatan siber.

Menyikapi hal tersebut, saya berpendapat bahwa KUHAP sudah mencapai batas masanya, karena tidak mampu menjawab tantangan zaman terutama dalam hal pembuktian. Sehingga harus terdapat peraturan hukum baru yang memuat ketentuan umum mengenai penegakan hukum pidana materil. Di dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) KUHAP dalam pasal 177 ayat (1) huruf c menyebutkan yang dimaksud dengan bukti elektronik adalah informasi yang diucapkan, dikirim, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu, termasuk setiap rekaman data atau informasi yang dapat dilihat, dibaca, dan/atau di dengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas, benda fisik apapun selain kertas maupun yang terekam secara elektronik yang berupa tulisan, gambar, peta, rancangan, foto, huruf, tanda, angka, atau perforasi yang memiliki makna.  Sehingga dari penjelasan yang telah kami jabarkan, dirasa perlu untuk mengesahkan RUU KUHAP agar Alat Bukti Elektronik (Electronic Evidence) dapat diatur secara jelas dan Penegak Hukum pada akhirnya akan lebih mudah dalam mencari kebenaraan materiil dari suatu perkara kejahatan siber.

Solusi untuk Mengatasi Problematika dalam Menemukan Alat Bukti Kejahatan Hate Speech.
Secara jangka pendek langkah represif dan preventif dapat dilakukan dengan instrument pembentukan peraturan perundang-undangan untuk mengatasi perilaku dari pelaku ujaran kebencian (Hate Speech). Namun permasalahan tentang ujaran kebencian semakin banyak dari tahun ke tahun, sehingga diperlukan inovasi baru untuk mengatasi hal tersebut. Untuk meminimalisir permasalahan tersebut, kami mencoba memberikan sebuah solusi yakni membuat sebuah Aplikasi System Hate Speech Controlling (Mobile-App) yang mengintegrasikan dengan beberapa platform media sosial dan terkoneksi dengan data base dari aplikasi tersebut.
Rencana fitur yang disediakan dalam Aplikasi System Hate Speech Controlling yaitu: Account Controlling, Speech Controlling, Account Report. Ketiga fitur ini memiliki fungsi yang berbeda-beda. Namun memiliki korelasi dan saling terintegrasi dalam satu aplikasi System Hate Speech Controlling sebagaimana berikut:
Account Controlling, lebih dari 196,3 Juta masyarakat Indonesia menggunakan media sosial. Interaksi yang dilakukan cukup sering dalam setiap hari seimbang dengan arus informasi yang bergerak sangat cepat. Hal ini yang mendorong Account Controlling untuk melakukan pengendalian terhadap sebuah akun media sosial. Fitur ini akan memberikan penilaian bagaimana aktivitas, dan isi kontennya dalam media sosial. Sehingga pengguna Aplikasi System Hate Speech Controlling akan mengetahui akun mana saja yang memiliki konten-konten negatif yang berisi ujaran kebencian. System Hate Speech Controlling akan memberikan rekomendasi berupa penilaian dari setiap akun yaitu good account dan bad account.
Speech Controlling, fitur ini difungsikan sebagai kontrol mengenai konten dan komentar pengguna media sosial. Dalam fitur ini, ketika pengguna aplikasi System Hate Speech Controlling memberikan komentar yang positif, sistem ini secara otomatis menerima notifikasi Good Comment. Dan sebaliknya, jika pengguna aplikasi mengirimkan sebuah komentar negatif, sistem akan memberikan peringatan Bad Comment. Sehingga fitur yang terdapat dalam aplikasi ini dapat menjadi filter dalam berjejaring di media sosial.

Account Report, Aplikasi System Hate Speech Controlling melakukan diagnosis terhadap akun pengguna media lain apakah media tersebut melakukan aktivitas media sosial yang baik atau buruk. Sistem akan mengirimkan laporan bad account apabila ada akun media sosial yang disinyalir memiliki aktivitas ujaran kebencian dan sistem akan mengirimkan laporan kepada database media sosial tersebut untuk permohonan akun supaya di non-aktifkan. Fitur Report ini dapat digunakan juga oleh Penegak Hukum dalam mengimplementasikan filter anti ujaran kebencian, serta fitur report ini dapat dijadikan rujukan dan rekomendasi dari penegakan dan penindakan ujaran kebencian khususnya oleh kepolisian.


Aplikasi ini didesain dengan tampilan yang minimalis dan sederhana sehingga semua orang tidak kesulitan dalam mengoperasikan. Fungsi dari aplikasi ini tetap menjamin kebebasan berpendapat dan tidak akan membatasi aktivitas pengguna media sosial. Dalam hal pengembangan Aplikasi System Hate Speech Controlling memerlukan dukungan dari berbagai macam pihak. Mulai dari pemerintah, masyarakat, kementrian Komunikasi dan Informasi, Kepolisian, serta seluruh elemen Penegak Hukum terkait masalah ujaran kebencian yang semakin hari perlu dicermati ini merupakan tindak kejahatan yang serius.

Aplikasi System Hate Speech Controlling memiliki beberapa keunggulan dalam penegakan hukum sebagai upaya represif dan preventif untuk mengatasi masalah ujaran kebencian, di antaranya sebagaimana berikut:
Memberikan pencegahan terhadap perilaku ujaran kebencian, sebagai sistem pencegah dan alarm bagi pengguna media sosial untuk bijak dalam bermedia sosial.
Aplikasi ini dapat dijadikan rujukan dan rekomendasi bagi penegakan dan penindakan ujaran kebencian khususnya oleh kepolisian.

Aplikasi ini dapat menjadi upaya untuk memberikan terobosan dalam penegakan hukum agar mengeluarkan peraturan atau sanksi pidana yang dapat menimbulkan efek jera dan mampu memberi solusi bagi permasalahan yang ada di masyarakat.

Sebagai filter dari berbagai macam postingan dan komen yang berujung pada ujaran kebencian.
Dapat digunakan dengan mudah dan fleksibel bagi segala umur, dengan desain yang sederhana namun menarik, interaktif, dan edukatif.

Dengan demikian, solusi yang saya berikan dapat memberikan masukan dan saran kepada berbagai pihak untuk menyelesaikan permasalahan ujaran kebencian di media sosial khususnya bagi Aparat Penegak Hukum dapat menjadikan sebagai inovasi dalam mengoptimalkan peran teknologi dalam dunia penegakan hukum serta bagi masyarakat agar menjadi pengguna media sosial yang dapat mengontrol dan bijak dalam aktivitas bermedia sosial.

*Penulis: Sekretaris Umum PD IPM Surabaya

Sumber: facebook

IPM Televisi

Sosial Media Resmi

More Stories
Inilah Harapan Muflih untuk IPM Surabaya