Politik Jatah Pelajar

Dewasa ini pelajar menjadi golongan yang rentan menjadi golongan floating mass atau massa mengambang. Istilah tersebut menggambarkan bagaimana seseorang atau suatu kelompok tidak memiliki pemahaman dan kesadaran politik. floating mass tersebut yang digunakan untuk menggambarkan kondisi masyarakat sipil ketika rezim Orde Baru sedang gencar-gencarnya mengisolasi masyarakat sipilnya dari hak-hak politiknya. Sehingga masyarakakat sipil cenderung buta terhadap dunia perpolitikan.

Hari ini Begitu banyak agenda penyuluhan-penyuluhan yang justru menargetkan pelajar atau anak-anak usia belia untuk dikenalkan dengan pentingnya memanfaatkan hak-hak politiknya. Seperti program Pendidikan untuk pemilih pemula yang bahkan di akomodasi oleh negara agar para kalangan muda mendapatkan impresi yang baik terhadap dunia politik itu sendiri. Sehingga partisipasi masyarakat sipil dalam agenda pemilu dapat terserap secara maksimal. Lantas mengapa pelajar begitu rentan menjadi golongan massa mengambang ?

Banyak hal yang melatar belakangi hal tersebut, tapi salah satunya yaitu impresi buruk yang ditampilkan oleh para elit-elit politik ketika mulai dari prosesi menjelang pemilihan hingga pasca prosesi pemilihan. Gelagat-gelagat yang dipertontonkan, seperti gimmick, cara retorika, visi sebuah gagasan, hingga latar belakang para politisi dan juga elit hari ini menggambarkan bagaimana kurangnya kapabilitas mereka untuk menjadi seorang figur dalam dunia perpolitikan. Hal tersebut diperkuat dengan data survei Litbang Kompas terhadap 1200 responden yang menunjukkan bahwa tingginya presentase golongan putih (golput) pada Pemilu 2024 di prediksi akan begitu drastis ditentukan dengan siapa yang akan nantinya akan berkontestasi.

Impresi yang memuakkan tersebut tentu tidak perlu menjadi suatu alasan agar pelajar merengek-rengek dengan terus menyalahkan tanpa mengambil peran penting dalam dunia perpolitikan. Tuntutan tersebut ditujukan kepada pelajar untuk berani menjadi pemantik untuk mulai mempelopori gerak politik gaya baru yang identik dengan pelajar. Melalui IPM, pelajar perlu menentukan dan meneguhkan arena politik yang merupakan jatah seorang pelajar itu sendiri.

IPM perlu menjadi arena bagi para pelajar untuk belajar membentuk miniatur politiknya. Penyajian kultur pragmatis dalam politik yang disajikan oleh para elit dan politisi perlu dibarengi dengan suatu antidote untuk terus memberikan ide-ide besar dan segar agar politik tidak kian pragmatis. Perlunya IPM untuk mengeksplorasi lagi fungsi politik selain sebagai media transaksional untuk memperoleh kekuasaan. Yaitu IPM perlu mengenalkan kepada pelajar untuk memahami fungsi politik untuk mengatur komitmen nilai-nilai dalam proses berjalannya suatu kekuasaan. Sehingga suatu kekuasaan tidak menggunakan kekuasaannya untuk bertindak semborono.

Meja perkopian para kader IPM jangan hanya menjadi media penampungan rasa sentimen terhadap suatu golongan hanya atas dasar like and dislike yang begitu subjektif belaka. Bagaimana meja perkopian kader perlu menjadi media untuk menampung rasa sentimen terhadap suatu karya, sehingga muncul dorongan untuk membuat suatu karya tandingan. Rasanya sudah begitu sulit menjumpai fungsi IPM dalam menghadirkan suatu arena politik untuk saling berbalas karya. IPM lebih sering menghadrikan arena politik untuk saling melunturkan ukhuwah. Lantas kemana perginya substansi fastabiqul khairaat yang dimiliki IPM hari ini ?

Absennya pemikiran kader amat berbahaya daripada absennya tubuh seorang kader. Sama seperti muatan dari tulisan ini yang masih mencari sisa-sisa rasa kuriositas dalam diri pelajar untuk segera terjun ikut serta dalam pertarungan gagasan. Suatu pertaurngan yang tidak mengenal menang ataupun kalah melainkan suatu pertarungan hanya mengenal belajar, belajar, dan terus belajar. Pertarungan tersebut tidak membuat suatu kelompok merugi namun justru saling menguntungkan. Disitulah politik yang seharusnya menjadi jatah pelajar. Bagaimana politik tidak hanya menjadi pengetahuan untuk bersiasat merebut suatu kuasa dengan cara-cara menyebarkan suatu rasa sentimen. Tetapi lebih kepada bagaimana berpolitik secara elegan yang ditunjukkan dengan semaraknya pertarungan gagasan dari berbagai kelompok yang disusun atas berbagai macam latar belakang, sedap !

Penulis : Muh Rusydan Mirwan H

IPM Televisi

Sosial Media Resmi

More Stories
Pelajar, Mahasiswa, dan Aktivis Lingkungan Muhammadiyah Surabaya Gelar Aksi.