Bangsa Indonesia harus memahami keberagaman yang ada dan harus merawatnya, yaitu dengan mempunyai sikap egaliter dan toleran. Karena negara Indonesia adalah negara yang plural, sudah sepantasnya masyarakat Indonesia menjaga keutuhan NKRI.
Adapun upaya menyelesaikan permasalahan keberagaman dapat dilakukan dengan menjunjung tinggi Pancasila dan merealisasikan nilai-nilainya. Dengan demikian, sikap saling menghargai, egaliter, dan toleran harus dimiliki seluruh warga Indonesia.
Pancasila sebagai dasar negara memiliki kedudukan tertinggi. Pancasila dibuat oleh pendiri bangsa Indonesia dengan penuh kehati-hatian memperhatikan baik buruknya. Para pendiri bangsa Indonesia tentunya tidak sembarang dalam membuat dasar negara.
Negara ini, Republik Indonesia, bukan milik kelompok mana pun, tidak juga milik agama apa pun, ataupun kelompok etnis, bukan milik kelompokmu dengan budaya atau tradisi, tetapi milik kita dari Sabang sampai Merauke
Manakala sesuatu bangsa telah sanggup mempertahankan negerinya dengan darahnya sendiri, dengan dagingnya sendiri, pada saat itu bangsa itu telah masak untuk kemerdekaan. Kalau bangsa kita, Indonesia walaupun bambu runcing, saudara-saudara, semua siap sedia mati mempertahankan tanah air Indonesia, pada saat itu bangsa Indonesia adalah siap sedia masak untuk merdeka.
Peran pelajar Muhammadiyah yang saat ini masih dalam ketakutan pikiran-pikiran kita yang nampak selalu hambatan, tetapi dalam sikap yakin pikiran-pikiran kita yang nampak adalah itu sebuah kesempatan.
Peran pelajar pula jikalau ingin menjadi sebuah bangsa yang besar, ingin menjadi bangsa yang mempunyai kehendak untuk bekerja, perlu pula mempunyai imagination. Perhatikan keadaan dan sedapat mungkin mencari pelajaran dari hal-hal sekecil mungkin, supaya kita para pelajar dapat mempergunakan itu dalam pekerjaan raksasa kita membangun Negara dan Tanah Air.
Merdeka iradah (kemauan), selama mereka masih berani menyuruh, menyarankan menganjurkan dan menciptakan perkara yang ma`aruf. Yaitu yang dikenal baik dan diterima baik oleh masyarakat. Itulah yang bernama “Al-amru bil maaruf” (mengajak pada yang baik). “Buya Hamka”
Perbedaan agama dan budaya tidak menghalangi kemungkinan manifestasi kehidupan beragama dalam bentuk budaya. Perspektif demikian menempatkan agama dalam fungsinya sebagai wahana pengayoman tradisi bangsa pada saat yang sama agama menjadikan kehidupan berbangsa sebagai wahana pematangan dirinya. “K.H. Abdurrahman Wahid”
Oleh: Nur Sugianto