Kreativis Pendorong Massifikasi Gerakan Di Organisasi

Oleh: Muhammad Roichan Choiron*

Tulisan ini ditujukan untuk para manusia yang menginginkan organisasi yang di ikutinya tetap hidup dan maju.

Dewasa ini, kita pasti sudah mengetahui bahwa zaman terus berkembang dan semakin canggih. Beriringan dengan itu, manusiapun terus berevolusi dan kian cerdas serta cermat dalam bersosial, wadah sosial yang menghimpun sekumpulan orang yang memiliki tujuan yang sama  dan ingin mewujudkan impian tersebut yang selanjutnya di sebut organisasi dan komunitas adalah tempat bagi orang-orang tidak umum yang ingin menjadi penggerak perubahan di masyarakat, walau ia tau bahwa ada harga yang harus dibayar untuk menjadi bagian dari itu. Seperti waktu, tenaga, pikiran dan bahkan harta benda.

Entah apa yang dipikirkan para organisatoris (orang yang ahli berorganisasi atau yang tergabung dalam organisasi) hingga mau mengorbankan semua itu. Namun dibalik itu, ada yang rela mengadu, menyakiti, mengkhianati, mengalahkan,  mengorbankan, menjatuhkan, dsb. kawan-kawan se-organisasinya hanya untuk dapat menduduki jabatan tertinggi atau besar di organisasi itu. Anehnya lagi terkadang orang yang melakukan hal tersebut tau bahwa kawan organisasi memiliki kompetensi yang memadai untuk mengembangkan organisasi mereka-bersama menjadi lebih baik. Jika kita membaca lagi arti dari organisasi yang saya sebutkan di atas lalu dibenturkan dengan kejadian yang biasanya terjadi saat permusyawaratan pergantian kepemimpinan di organisasi, membuat kata bersama pada arti dari organisasi digantikan menjadi sekolompok, se-circle, sekoalisi.

Dan yang keren, orang-orang yang melakukan itu tergabung dalam organisasi yang membawa misi Islam sebagai agama yang rahmatan lil alamin tapi perbuatannya tidak alamin, entah apa yang ada di dalam benak organisatoris itu hingga mau berbuat hal  yang sedemikian tersebut. Tapi kita ingat tidak semua organisatoris begitu, namun pada setiap organisasi pasti ada oknum yang seperti itu. Mengutip sebuah buku biogarafi seorang tokoh muhammadiyah yang ikut berperan dalam mempurifikasi ajaran agama Islam di Indonesia khususnya di Kota Surabaya, “Kehinaan, kebenaran serta kemuliaan pemeluk suatu agama bukan menjadi ukuran atas kehinaan agama yang dipeluknya. Kerendahan bangsa kita saat ini adalah karena kita sendiri, bukan karena Islam, bukan karena Muhammad, dan bukan karena Al-Qur’an dan hadisnya.” (KH.Mas Mansur 1896-1946 Perjuangan dan Pemikiran, DARUL AQSHA).

Sepertinya beliau dapat meramal masa depan masyarakat Indonesia khususnya para organistoris. Jika kita mengutip banyak firman Allah, perkataan atau nasehat para tokoh tentang hidup dan menghidupi, sepertinya  tidak akan ada habisnya. Sebenarnya  dengan  menjadi pribadi yang baik serta memegang teguh ajaran agama Islam, pastinya fastabiqul khairat dan masyarakat berkemajuan akan terwujud dimulai oleh para organisatoris. Tapi memang tidak mudah berada di jalan itu, butuh keimanan serta kekuatan yang tangguh pada  diri kita agar tidak tersesat di jalan yang benar.

Di era yang mulai serba digital ini, organisasi pun harus bisa mengimbangi diri agar tidak tergerus zaman dan tetap progresif ditengah gempuran teknologi, trust issue, partai-politik, dan lain-lain. Creative atau kreativitas adalah salah  hal yang bisa membuat suatu organisasi tetap bertahan di era industri 5.0 ini, organisasi serta orang-orang didalamnya yang kreatif dapat membuat organisasi itu dapat terus hidup dan diminati oleh masyarakat khususnya para kaum muda. Jika kreatifitas dapat dan selalu dilakukan, baik masyarakat dan kaum muda akan menaruh perhatian pada organisasi itu, dan dengan begitu perlahan misi-misi organisasi dapat tersebar dari kepala ke kepala. Tapi ingat kreatifitas bukan satu-satunya hal agar misi-misi organisasi dapat terwujud. Masih ada beberapa hal seperti keilmuan, metode, visi-misi dan gerakan yang jelas untuk mewujudkan itu.

Menjadi organisatoris, aktivis, penggerak perubahan atau agen of change bukanlah perkara yang mudah dilakukan oleh seseorang. Seperti yang sudah saya singgung pada awal paragraf pada tulisan ini, bahwa ada harga yang harus dibayar untuk seseorang yang ingin tergabung dan menjalankan organisasi. Para organisatoris akan sering berbenturan dengan egonya maupun ego kawan-kawannya, itu biasa terjadi pada suatu diskusi, musyawarah dan rapat-rapat untuk menentukan langkah yang harus diambil agar organisasi dapat berjalan, bukan meloncat atau berguling.

Manusia yang belum bisa mengalahkan egonya dan tidak dapat menyatu dengan dirinya sendiri, dapat menjadi perusak suatu organisasi yang dia ikuti dan biasanya langkah akhir dari orang egois itu adalah resign atau keluar dari organisasi. Ada istilah yang sering dimuat pada media media dan juga dikatakan orang yaitu “jika ada masalah, selesaikan dengan kepala dingin dan hati yang cair.” yang dimaksud kepala dingin ialah pikiran yang  tenang dan sabar, sedangkan hati yang cair ialah  lapang dan rendah hati. Diskusi atau musyawarah yang panas tidak akan menemukan jalan keluar atau titik temu  untuk pembahasan. Semua itu harus dibicarakan baik-baik dan di imbangi dengan keilmuan serta melihat segala dampak yang akan terjadi dari apa-apa yang dicanangkan. Memang itu tidak mudah dilakukan jika ego pada setiap individu masih dibawa dan menonjol.

Namun, yang perlu lebih diperhatikan oleh organisatoris adalah kawan organisasinya yang aktif dalam pertemuan-pertemuan namun pasif dalam pemikiran. orang yang ikut organisasi tapi cenderung pasif dan diam saat berdialektika atau permusyawaratan rawan menghilang di tengah jalan. Itu biasanya terjadi saat ada gerakan atau suatu program kerja yang memberatkan dirinya dan juga biasanya jarang bercengkrama dengan kawan-kawan organisasinya. Jika ada kawan kita yang berperilaku seperti kriteria dia atas mari cepat-cepat kita antisipasi, langkah jitu untuk tetap membuatnya aktif dan progresif dalam organisasi ialah dengan mengajaknya gabung dalam pembahasan-pembahasan baik formal maupun non-formal, seringlah menanyakan pendapat dan mendengarkan berpendapatnya, hargai setiap kehadirannya, seringlah menjalankan sarannya. Dari itu ia akan merasa bahwa kehadirannya diperlukan dan dia merasakan kenyamanan dalam berorganisasi. Namun untuk kesekian kalinya, itu tidak mudah jika kita egois dan memetingkan diri sendiri.

Kreativitas menurut David Campbell, adalah suatu kemampuan menciptakan hasil yang sifatnya baru, inovatif, belum ada sebelumnya, menarik, aneh dan berguna bagi masyarakat. Pengertian yang disebutkan tadi ialah termasuk kriteria melakukan kreativitas pada kehidupan khususnya berorganisasi. Kreativitas yang mudah dilakukan suatu organisasi ialah pada pergerakan, mengemas suatu gerakan dengan kreatif dapat menjaring banyak minat masyarakat tanpa mengubah misi dari gerakan itu. Dan juga langkah muda mewujudkan kreatifitas di organisasi ialah dengan membentuk tim kreatif didalam kepanitian acara yang diadakan. Contoh kegiatan kreatif para pelajar muhammadiyah di surabaya, seperti yang dilakukan oleh pelajar-pelajar di daerah pesisir pantai kenjeran dengan mengadakan pertunjukan dan pawai pada bulan Ramadhan lalu, walau semata terlihat seperti hiburan untuk masyarakat tapi dibalik itu ada nilai-nilai dan edukasi untuk masyarakat yang masuk melalui pertujunkan yang diadakan, saya yakin kedepannya kegiatan-kegiatan seperti itu bakal ditunggu-tunggu oleh masyarakat sekitar.

Menurut saya, kreativitas itu tidak dapat di retorika dengan akal fikir  atau hanya terpaku dengan paradigma di otak kita saja. Lebih dari itu, kreativitas menonjolkan imajinasi dan angan-angan pada benak manusia sehingga apa yang bakal disajikan bisa dikatakan unik, aneh, menarik  dan inovatif. Yah, untuk kesekian kalinya memang tidak mudah untuk mempraktekkan teori-teori yang ada. Mengutip suatu kalimat pada cover buku IPM DNA karya mas imam permadi yaitu, “Serius dalam bermain dan bermain dalam keseriusan.” menjadi kutipan penutup pada tulisan kali ini dan menjadi mungkin juga menjadi pengingat untuk kita semua agar tidak kaku dan monoton dalam menjalankan organisasi. Karena berdakwah dan menyeruh kebajikan serta mencegah yang munkar itu tidak selalu dilakukan dengan serius dan kaku, kecuali khutbah sholat jum’at.

Nuun, Walqalami Wamaa Yasthurun.

Billahi Fii Sabililhaq, Fastabiqul Khairat.

Nasrun minnallah waa fathun qharib wabassyril Mukminin.

IPM Televisi

Sosial Media Resmi

More Stories
FORTASI SMAMDA: Ajak Berbijak pada Media