Blind Date Menuju MUKTAMAR IPM XXIII

Ajang MUKTAMAR IPM XXIII sebagai permusyawaratan tertinggi Ikatan Pelajar Muhammadiyah yang akan diselenggarakan pada bulan Agustus tahun ini layak untuk mendapatkan atensi besar dari seluruh pelajar Muhammadiyah. Momentum MUKTAMAR IPM yang dilaksanakan tiap dua tahun sekali tidak hanya menjadi momentum pergantian struktural dalam tubuh PP IPM saja, tetapi juga menjadi momentum bagi tumbuhnya ide-ide fresh yang mampu memberikan warna-warni baru bagi pergerakan pelajar Muhammadiyah kedepannya. Sederhananya, MUKTAMAR IPM tidak hanya memusyawarahkan perkara siapa, tetapi juga perkara apa dan bagaimana IPM untuk dua tahun mendatang.

Sekilas, gambaran tentang apa dan bagaimana IPM untuk dua tahun mendatang dapat diketahui melalui buku Tanfidz TANWIR IPM 2022 yang telah berlangsung pada bulan September tahun lalu. Pembahasan materi TANWIR IPM 2022 yang menitikberatkan pada dampak disrupsi pada sendi-sendi kehidupan pelajar terangkum dalam beberapa isu-isu urgen yang menyangkut seputar pemenuhan hak-hak pelajar, ijtihad pelajar bebas rokok, keberpihakan pelajar muhammadiyah pada Pemilu 2024, darurat keamanan siber, ketertiban beradministrasi, dan perlunya perubahan dalam rumusan SPI. Melalui pengayaan terhadap isu-isu urgen tersebut, kemudian dimunculkan beberapa rekomendasi-rekomendasi baik bagi internal IPM maupun eksternal IPM. 

Menanggapi hal tersebut, datangnya masa-masa disrupsi atau yang disebut oleh Alvin Toffler sebagai Gelombang Ketiga (The Third Wave), memberikan dampak lanjut berupa perubahan kecenderungan keterampilan yang dinilai ideal di mata masyarakat informasi, khususnya pelajar. Toffler mengatakan dalam bukunya yang berjudul Kejutan dan Gelombang tentang perspektifnya mengenai anggapan telah usangnya konsep kelas-kelas sosial masyarakat. Toffler memunculkan peranan kelas baru yang akan dapat beradaptasi dengan kemunculan Gelombang Ketiga ini. Yaitu munculnya kelas dalam masyarakat informasi yang disebut sebagai Kognitariat. Kelas tersebut merupakan sebuah kelas di masyarakat informasi yang memaksimalkan kerja dan fungsi otak dalam mengkreasi sebuah ide ataupun gagasan. Kemunculan tersebut menandakan bahwa konsep kelas-kelas sosial pada masyarakat Gelombang Ketiga tidak lagi cukup untuk ditinjau berdasarkan kepemilikan seseorang terhadap sebuah alat produksi semata. 

Dalam kehidupan Gelombang Ketiga, informasi memiliki nilai jual yang tinggi. Kedudukan informasi pada Gelombang Ketiga dapat dikatakan setara dengan kedudukan alat produksi. Dengan sifatnya yang generatif, informasi menjadi sebuah aset yang dapat dikembangkan secara terus menerus, tanpa ada kekhawatiran akan terkikis habisnya sebuah informasi. Tingginya nilai jual informasi dibuktikan dengan banyaknya lembaga atau instansi yang rela mengucurkan dana untuk sebuah riset maupun penelitian. Fenomena tersebut adalah bukti bahwa hari ini terdapat apresiasi besar terhadap keberadaan ide-ide segar.

 Di masa depan, peluang tersebut harus mampu dibaca oleh para pelajar Muhammadiyah hari ini untuk menjadi kelompok pelajar yang memiliki kesadaran kelas Kognitariat ini. Kader-kader IPM perlu didorong untuk berfokus pada pengasahan keterampilan pelajar dalam mengkreasikan sebuah ide atau gagasan, misalnya melalui masifikasi diskusi-diskusi pada berbagai rumpun keilmuan. Perkembangan teknologi di Gelombang Ketiga ini tidak bisa dipungkiri merubah kecenderungan pelajar dalam memilih pengembangan keterampilannya. Kehadiran artificial intelligence misalnya yang mampu merombak sebagian besar model keterampilan pelajar yang memaksimalkan kerja dan fungsi otot menjadi keterampilan yang lebih memaksimalkan kerja dan fungsi otak. 

Tanggapan tersebut tentunya juga mengerucut kepada gambaran tentang siapa IPM untuk dua tahun mendatang, artinya rumusan dalam MUKTAMAR XXIII perlu untuk memperhatikan komposisi para pengisi struktural PP IPM yang ideal dengan visi dan misi IPM kedepan, seperti yang telah dipaparkan dalam buku materi Tanfidz Tanwir IPM. Dengan ide-ide yang telah dipaparkan dalam buku Tanfidz Tanwir IPM 2022 tersebut,  Tim Materi jelas memiliki ambisi yang besar untuk membawa perubahan dalam ranah pergerakan pelajar Muhammadiyah dalam waktu dua tahun kedepan. Alangkah baiknya jika ambisi tersebut selaras dengan bakat dan kapasitas yang dimiliki oleh orang-orang dalam struktural PP IPM yang nantinya tidak lagi diisi oleh mereka yang hanya sekedar banjir eksekusi, namun kering dalam substansi. Atau mereka yang hanya sekedar gemar bersafari, namun nihil dalam berkreasi. Dan bukan juga mereka yang eksisnya terlanjur kronis sehingga tampil begitu ironis.

Hasil rumusan MUKTAMAR XXIII besok diharapkan menjadi rumusan penting dengan menjadikan mereka yang memiliki kesadaran kelas Kognitariat sebagai pengisi struktural PP IPM berikutnya, yaitu mereka yang cinta terhadap ilmu pengetahuan dengan mengolahnya menjadi sebuah kebijakan yang bermanfaat.

Poin-poin tersebut penting untuk disuarakan dalam perjalanan menuju MUKTAMAR XXIII, mengingat Konferensi Pimpinan Wilayah (Konpiwil) Ikatan Pelajar Muhammadiyah Jawa Timur 2022 yang telah berlangsung pada bulan Desember lalu, dinilai belum mampu menjadi ajang untuk memfasilitasi daerah-daerah di Jawa Timur dalam mendiskusikan bagaimana peran IPM Jawa Timur di MUKTAMAR XXIII besok. Ketidakmampuan tersebut yang kemudian menempatkan daerah-daerah di Jawa Timur seolah-olah berada dalam ajang Blind Date atau ‘kencan buta’. Konsep Blind Date atau “kencan buta” yang menjadi terobosan untuk mengenal lawan bicara satu sama lain tetapi dengan keadaan mata tertutup. Sehingga orang-orang yang terlibat dalam Blind Date tersebut mungkin tetap dapat mengenal satu sama lain, tetapi tetap tidak dapat mengenal secara utuh bagaimana rupa sebenarnya dari lawan bicaranya.

Hal tersebut serupa dengan kondisi daerah-daerah pasca Konpiwil Jawa Timur 2022. Daerah-daerah di satu sisi diberi keleluasaan untuk menentukan gagasan tentang apa dan bagaimana IPM kedepannya. Hal tersebut terlihat melalui adanya pembahasan materi Konpiwil yang serupa dengan muatan dalam buku Tanfidz Tanwir IPM 2022. Tetapi di sisi yang lain daerah-daerah hanya menerima informasi yang serba samar tentang siapa saja orang-orang yang kelak akan mengawal jalannya realisasi ide-ide tersebut. 

Lantas apakah dengan keadaan tertutupnya mata, semua perkara tentang siapa kini tak perlu menjadi urusan yang utama dan bersama ?

IPM Televisi

Sosial Media Resmi

More Stories
Pelajar-pelajar Cerdas di Era Kegemuruhan Digital